Rabu, 22 Januari 2014

Balada Buruh Rambut #2


"Lan, wis krungu Ani pegatan" (Lan, sudah dengar Ani cerai) kata Ria.
Aku hanya mengangguk, menghabiskan pecel yang tinggal beberapa sendok lagi. Aku paling tak suka bila ditengah makan membicarakan sesuatu, apalagi hal tersebut adalah membicarakan orang lain,
Suasana kantin pabrik rambut terlihat masih ramai, padahal ini sudah setengah jam dari waktu istirahat. Dideretan pedagang pun masih ramai para buruh yang mengantri dilayani, ada yang ingin baso, mendoan, nasi rames, atau sekedar es teh. Tak hanya para pedagang yang sibuk, para buruh pabrik pun tengah sibuk menikmati istirahatnya, dari pagi hingga siang tenaganya tercurah untuk pekerjaan dan kini waktunya untuk merenggangkan otot dan pikiran. Dideratan bangku panjang penuh terduduki oleh para buruh yang lahap menikmati makan siangnya. 
"iya Ri, anake Ani nembe TK kan?" (iya Ri, anaknya Ani baru TK kan) tanyaku setelah selesai menghabiskan es teh manis.
"krungu - krungu sih, Ani njaluk pegat gara - gara bojone ra ngode,," (dengar-dengar sih, Ani minta cerai gara - gara suaminya tidak bekerja) lanjut Ria
"halah dasar Anine bae sing aleman,, wis syukur bojone gelem momong anake" (halah dasar Aninya saja yang manja, sudah bersyukur suaminya mau mengasuh anaknya mba Siti akhirnya ikut bicara "jaman siki pancen wong wadon sing ngolet duit" (jaman sekarang memang perempuan yang cari uang)
"kan kawinne merga meteng disit mba" (kan menikahnya juga karena hamil dulu mba) Ria menambah obrolan makin tak jelas
"sekomplek dadi ko ngerti ya Ri"( satu komplek jadi kamu ngerti ya Ri) tanyaku "emang bocaeh cenal - cenil apa?" (memang anaknya genit apa)
"ra sekomplek maning, se kelas malah, nembe tryout ujian kewenangan meteng, marekna geger sekolah" (tidak sekomplek lagi, satu kelas malah, baru tryout ujian sudah ketahuan hamil, menyebabkan ribut sekolah) terang Ria
"tapi kan nek cere melasi anake" (tapi kan kalau cerai kasian anaknya) ucap mba Siti
"ya nek pikirane Ani esi waras ta iya mba" (ya kalau pikirannya Ani masih sehat ya iya mba) kataku "ngesuk - ngesuke melasi anake,, weruh kancane due bapak ibu sing rukun deweke mung karo bapake apa karo ibune tok" (besok- besoknya kasian anaknya, liat temannya punya bapak ibu yang rukun, dirinya hanya bersama bapaknya atau hanya ibunya saja )
"tapi piwe maning wong wis ra cinta,, "(tapi gimana lagi orang sudah tak cinta) kata Ria 
"puyeng ngurusi wong liya, ngurus awake dewek be kadang bingung" (pusing ngurusi orang lain, mengurus diri sendiri saja terkadang bingung) mengakhiri pembicaraan ini
"bener kue Lan, "(betul itu Lan) kata mba Siti sambil menghabiskan sisa es tehnya. "mulane kue Ria, Wulan,, nek mbojo aja kesusu, aja gampang kena goda, wong mbojo kue ra kepenak ngole nglakoni" (makanya itu Ria, Wulan,, kalau menikah jangan terburu - buru jangan gampang terkena godaan, orang menikah itu tidak mudah untuk menjalani) nasihat mba Siti panjang
"njenengan juga iya mbok,, kayane nek wis mbojo juga akeh godaane,, sing selingkuh lha, masalah ekonomi.... (kamu juga kan, kayaknya kalau sudah menikah juga banyak godaannya, yang selingkuh lah, masalah ekonomi.)
"tumben pinter " kataku memotong ucapan Ria "hehehe..
"aku emang dasare pinter Lan" (aku memang dasar pinter Lan) kata Ria sombong
"pinter ngapusi" (pinter berbohong) kata mba Siti sambil berdiri "wis lah aku rep ming ruangan,," (sudah lah aku mau keruangan)
"percaya kan Lan aku pinter" kata Ria menatapaku tajam
Aku hanya tersenyum mendengar perkataan Ria, dia teman bahkan sahabat dipabrik ini. Meski usianya terpaut dua tahun lebih tua dari aku tapi kami tetaplah sepasang teman yang saling mengisi. Terkadang sikapnya yang cuek menjadi contoh bagiku untuk cuek juga menghadapi omongan orang lain. Tak jarang pula sikapnya yang suka menghibur membuatku lupa akan masalah yang sedang dihadapi. Bagiku Ria adalah teman yang tak akan mungkin tergantikan.. 
"Lan,,," dia memanggil lagi namaku ketika melihat aku mulai berdiri 
"mungkin" jawabku singkat kemudian melangkah meninggalkan Ria yang belum juga beranjak
"Wulaaan" katanya lagi
Tak lagi kudengar suara Ria karena aku sudah ditengah - tengah buruh pabrik yang mulai meninggalkan kantin. Jam istirahat tinggalah lima menit, dan itu artinya sudah tidak ada lagi waktu untuk bersantai - santai lagi. Lorong panjang selepas pintu kantin menjadi sangat ramai dengan para buruh yang mulai memasuki ruangan produksi. Hawa panas mulai terasa di lorong menandakan terlalu banyaknya orang yang menempati ruangan tersebut
Dipertengahan lorong kusempatkan untuk mengirim sebuah sms untuk orang penting dalam pabrik ini "pinter ngak pinter, seorang Ria adalah orang yang baik hati, peduli dan kawan sejati". Entah apa yang dipikirkan Ria sekarang, karena ia tak membalas sms ku dengan cepat. Dilain kesempatan Ria mengatakan alasannya tak membalas sms dariku ini.
Ditengah - tengah buruh pabrik yang mempunyai beragam masalah, terselip masalah kecil di pikiranku, 'apa iya sekarang perempuan lah yang mencari uang dan meninggalkan kodratnya sebagai seorang istri?' kataku dalam hati.


Sekian. Tunggu kelanjutannya postingan berikutnya...
#terimakasih sudah berkunjung dan membaca unek-unekku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar