Kamis, 30 Mei 2013

Kisah Batu (ku)

Dalam hidup ini, mungkin hidupku adalah batu, aku tak mau disebut pohon, angin bahkan matahari. Aku adalah batu, yang menjadi saksi alam yang berubah, bersama waktu menikmati putaran matahari. 
Batu, bukanlah pepohonan yang tumbuh, yang pagi mendapatkan sinar matahari dan dapat tumbuh membesar. Yang dapat mengeluarkan bunga dan buah yang dinikmati manusia. Batu hanya diam melihat tumbuhnya pohon, tak mampu ikut bergembira ria bersama pohon.
Batu, bukanlah angin yang dengan mudah berlalu. Angin yang selalu bangga karena membantu penyebaran bunga bunga yang cantik. Angin yang angkuh, menerbangkan segala yang membuatnya marah. Batu hanya terdiam, tak mampu bergeming apalagi pergi dari angin.
Batu, bukanlah hujan yang dengan mudah menangis. Hujan yang membawa dua sisi, hujan yang menyuburkan bumi dan hujan pula yang melarutkan bumi. Batu, hanya diam tak mampu melindungi dirinya sendiri, tetes demi tetes air menghancurkannya.
Aku yang tak bisa menangis, tertawa, marah pada dunia ini. Aku yang hanya bisa memendamnya dalam hati dan bercerita dalam malam.
Batu yang hanya berguna untuk bersembunyi katak dari ular,atau sekedar bagi rerumputan tuk tumbuh.

Disudut kamar, dikota yang kecil.

Rabu, 29 Mei 2013

(Mungkin) Surat Teruntuk Masa, Kenangan dan Ruang

Disudut belahan bumi dan waktu yang terus berputar
Entah darimana harus kutulis semua ini
Teruntuk semua yang mengisi masa yang lalu
Tuk semua waktu yang tak kembali

Ini bukanlah kepergian tanpa arah dan rasa. Semua sudah terpetakan dengan jelas, suka duka, panas gelap, sudah tersadarkan. Semua resiko kan berjalan bersama langkah kaki dan angin.

Bukanlah tanpa arah, aku mencari matahari berasal, aku mencari siapa diri ini. Mungkin terasa konyol, aneh, gila, tapi inilah dunia, yang hanya akan kita lewati sekali saja.  Masa tak kan berulang, kita berburu dengàn lajunya, entah kapan akan berhenti garis waktu kita. Sama seperti orang mengejar mimpi, dia berlari mengejar waktu. Waktu tak bisa disalahkan, hanyalah manusia yàng terkadang salah menafsirkar jalannya waktu.

Teruntuk semua yang berlalu, terima kasih sudah memberikan ruang tuk belajar, tuk menjadi bagian kecil dari masing- masing. Segala yang telah berlalu menjadi film kenangan terindah yang tak terulang.

Teruntuk semua yang berlalu, hanya ucapan maaf atas segala laku yang salah dan janji yang terlaksana, maaf harus memilih. Maaf tuk segala yang kurang berkenan, semoga esok ada orang yang mampu memberikan lebih baik dari pemberianku yang tak sempurna. Maaf atas masa yang mengenakkan dihati, semoga esok ada pelangi tuk menghapusnya.

Air mata dan senyum mengiringi langkah ini, hanya doa yang kan mampu menembus ruang dan masa. Hanya bisa berharap pada Sang Pencipta menurunkan kebahagiaan tuk kita semua, tuk mahluk yang tak kan sempurna dalam perjalanan ini.

Semoga esok ketika masa telah berputar, kutemukan jalan pulang, kan kutelusuri sejarahku lagi. Entah sampai kapan kuselesaikan jalan ini, hanya berharap semua tersenyum dalam iringan doa.

Senin, 27 Mei 2013

Pepes Tahu Tongkol

Sebenarnya ngak niat ngepost masakan, tapi apa daya pikiran dan tangan menghendaki, jadilah setitik tulisan ini. Semoga berguna bagi kalian yang membutuhkan variasi olahan tahu, yah buat nambah ilmu pengetahuan tentang dunia pertahuan :) 

Pepes tahu merupakan variasi olahan tahu, bahannya gampang,  cara membuatnya mudah dan rasanya pun hampir semua orang menyukai. Kalo pepes tahu buatanku ini merupakan kreasi ibuku, setelah cari dibeberapa website makanan masih jarang yang membuat variasi pepes ini. 
Langsung aja kita dapur (kepasar dulu buat belanja, hehehe...

Yang perlu disiapin
Bahan yang diris tipis tipis
2 batang daun bawang
5 buah cabai hijau (bebas, boleh pake boleh tidak)
7 buah cabe rawit (kalo yang suka pedes bisa ditambah sesuai selera) 
Bahan yang dihaluskan
10 buah tahu putih atau kuning
5 buah bawang putih
5 buah bawang merah
7 buah cabai merah
1 sdt garam
1 bungkus penyedap masakan (royco atau masako)
Bahan pelengkap (boleh pakai, boleh tidak)
1/2 ons tongkol, suwir - suwir
kalo suka daun kemangi boleh ditambahkan juga
Bahan pembungkus
Daun pisang, ukurannya menyesuaikan 
Lidi kecil, buat penyematnya

Langkahnya :
1. Cuci bersih semua bahan. Iris daun bawang, cabe hijau, cabe rawit. Haluskan bahan halus seperti tahu, cabe merah, bawang putih, bawang merah dan garam.
2. Campur semua bahan, tambahkan bahan pelengkapnya. Tambahkan bahan penyedap masakan. Cicipi sedikit, kalo udah pas diamkan 3menit.
3. Ambil 2sendok makanan adonan yang telah dicampur, padatkan dalam daun pisang, dua sisinya dijepit dengan lidi kecil Lakukan hingga adonan habis.


4. Kukus selama 30menit. Sebenarnya pada tahap ini, pepes sudah matang dan bisa dinikmati.


5. Untuk membuang kadar airnya, bisa disanggrai atau dipanggang sebentar. Hal ini juga membuat pepes bertahan lebih lama, bisa sampai 2hari. Kurang lebih 15menit atau sampai dua sisi daun pisangnya cukup mengering


6. Tralala,, pepes siap disajikan,

Pepes bisa dinikmati sendirian, atau bisa juga sebagai lauk dengan nasi hangat. Rasanya pedas, asin pokoknya cukuplah sebagai lauk. Selamat mencoba, semoga berhasil...








Sabtu, 25 Mei 2013

Hujan Datang Saat Kemaràu

Entah sudah berapa hari hujan selalu datang
Tak siang atau malam ia mengalirkan airnya
Tak peduli anak sekolah atau petani berkata
Entah sudah berapa banyak tetes air yang tertampung

Hujan selalu datang
Padahal angin kemaraulah yang mengalun
Hujan rajin membasahi bumi
Padahal matahari sedang menyengat

Butiran pasir debu diatas daun terbang
Menimpa tanah yang basah
Bau debunya sangat menusuk hidung
Masuk dalam jiwa yang resah
Daun tertutup debu perlahan menghijau
Kubangan jalan tertutup air hujan
Anak anak segera menghambur
Berlarian dibawah siraman air hujan

Hujan datang pada kemarau
Membawa gusar pedangang es keliling
Hujan datang bukan pada waktunya
Membawa galau penduduk sungai

Entah kenapa ia datang
Sudah berubah kah alam ini
Hujan menjadi kemarau
Terbalik pula kemarau menjadi hujan
Alam, mulai resah
Hanya bisa melihat manusia yang gelisah
Mungkin hujan kala kemarau
Hanyalah pertanda alam yang bisu

Hujan, kemarau, panas matahari, dingin hujan....

Kota perwira saat hujan mengalun lagi

Rabu, 22 Mei 2013

RuRu

Hari yang seperti biasa dilalui, sinar mentari telah meninggi, hangatnya tak lagi nyaman dikulit, terasa mulai pelan membakar. Jalanan terlihat sepi, tak seperti dua jam lalu ketika anak sekolah sibuk mengejar ilmu sementara para pekerja berburu waktu agar tak telat.
Sengaja aku memutar jalan lain agar dapat melihat dia. Ruru namanya, telah menjadi incaran hati sudah lama. Sejak dulu, aku hanya bisa memandangnya dari jauh, melihatnya bersama pujaannya. Hanya menikmati dari kejauhan tanpa berani menyentuhnya.
Sekarang, ketika masa telah berjalan, matahari bergantian dengan bulan dan hari berlari cepat berganti tahun. Sekarang, ketika ada kesempatan untukku dan seluruh keberanianku terkumpul, aku berhasil mendapatkannya. Dapat kupandangi setiap waktu yang kupunya, kusentuh seluruh bagian dirinya, bahkan kurasakan hal yang paling indah bersamanya. Hal yang dulu sekedar mimpi kini telah menjadi nyata.
Sekarang, dia sedang memperindah salah satu bagian yang penting dari dirinya. Sekitar 7 menit langkahku sampai, rasanya ingin berlari, segera melihat tubuhnya yang menggoda. Ah, pasti makin mempesona dirinya, kan terlihat seperti mawar yang baru mekar, setiap orang ingin memetiknya.
Akhirnya sampai, terlihat ia makin memukau seperti bayanganku, terlihat bodynya makin menggoda menarik tanganku tuk menyentuhnya. Tak sabar rasanya tuk bersama, melewatkan waktu bersama, menikmati hangatnya sang fajar bersama.
Ah, RuRu sepedaku. Sepeda yang dulu hanya boleh dipakai kakakku seorang, akhirnya sekarang jatuh diwariskan kepadaku. Dulu hanya bisa melihatnya dinaiki kakakku, tapi sekarang aku berhak setiap waktu dan kemana pun. Dengan sedikit perubahan dibeberapa sisi, berharap dapat mengantarkan impian terbesar dalam hidupku. RuRu, semangat, aku yakin kita bisa......