Minggu, 30 Maret 2014

Undangan Tanpa Nama#5

"yang penting jangan guru olahraga mba" kataku pada mba Intan
"padahal guru olahraga disekolahku lagi cari pendamping" sahut mas Rama "buat istri kedua, mau ngak tang???"
Belum sempat kujawab sudah terdengar suara tawa dari mba Intan dan mas Rama. 'ah, dasar mereka, sekarang aku malah jadi bahan candaan' kataku dalam hati.
"bini muda tang" kata mba Intan menyuapkan nasi terakhirnya
"kalo jadi istri mudanya mas Rama sih ngak papa" kataku dibuat sesantai mungkin
Terlihat raut muka mba Intan langsung berubah serius, diselesaikannya kunyahan itu dengan cepat dihabiskannya sisa jus jeruk didepannya. Sementara mas Rama pun langsung berubah terdiam setelah tadi masih saja tertawa akan candaannya.
"yakin tang, " tanya mas Rama serius
"menurut mas Rama, boleh ngak mba berbagi mas Ramanya" kataku menatap mba Intan yang masih diam "becanda kali mba..." lanjutku
"serius juga ngak papa tang" kata mas Rama akhirnya tertawa
"sory ya, mas Rama ngak masuk kriteria... " kataku melanjutkan "lagian mana mungkin aku kepincut sama pasangan sahabat aku sendiri" kataku menatap mba Intan lagi
"sebenernya Rama juga ngak masuk kategoriku tang" kata mba Intan menatap mas Rama tajam
"terus kok masih bertahan sampe sekarang?" tanyaku penasaran
"kayaknya dia pake guna - guna deh tang," selorohnya.
"mungkin mba, mungkin coklat waktu itu dikasih jimat mba" lanjutku
"terus situ becandanya.. ngak tahu apa aku ini kan aktivis masjid" bela mas Rama yang tak mau dijadikan bahan candaan.
Aku tahu semua ini menyenangkan, kembali pada rutinitas kerja yang padat bahkan sangat menyita waktu. Segala peralihan ini haruslah segera kujalani, demi sebuah rasa yang tak mungkin terus berada didalam hati ini .Rasa kehilangan Anjar, kekasih yang kunanti dan sekarang menjadi milik orang lain haruslah secepatnya kulepaskan dari hidupku, rasa rindu yang mendalam harus segera kuhapuskan. Dan kerja, kerja dan kerja adalah pelarian yang paling tepat saat ini..****
Hampir bosan aku menunggu, sudah hampir satu jam aku menunggu motorku yang sedang dicuci. Gara - gara hujan kemarin sore, motorku yang berwarna biru muda terlihat sangat kotor, ditambah rasaku sedang malas untuk membersihkannya sendiri jadilah sekarang aku berada di tempat ini. Sendirian di kafe yang belum buka sama sekali, sementara mataku sibuk menatap tukang cuci motor yang sedang sibuk bekerja. 'Kenapa tidak datang nanti sore, kan kafenya sudah buka dan pastinya ramai' umpatku dalam hati.
"bensin mas" terdengar suara yang membuyarkan lamunanku
"bisa nunggu bentar gak, orangnya lagi ke belakang, aku lagi nanggung" kata tukang cuci motor "tunggu aja disitu" tunjuknya ke arah kursi depan kafe, tempatku berada.
"ngak lama kan mas" katanya sambil berjalan ke arahku
Sementara langkahnya semakin dekat, aku semakin menyibukkan diri pada hpku, semakin menenggelamkan diri pada dunia maya. Saat ia sudah duduk di ujung kursi panjang itu, kusempatkan untuk melihat kearahnya. 'lumayan' hatiku berkata. Dan kukembalikan lagi fokusku pada layar hp yang merupakan benda mati.
"udah lama mba" tanyanya membuka percakapan.
"lumayan, sampe satu botol habis" tunjukku pada botol minuman di sampingku.
"mba udah selesai nih" teriak tukang motor itu
"akhirnya.." kataku
"yah, gak bisa kenalan deh" kata laki - laki itu
"mungkin lain kali, kalau kita ketemu" jawabku sambil memasukkan hp dalam dompet dan melempar botol minuman ketempat sampah.
"besok, disini, jam 4 sore" katanya serius
"pertemuan yang gak disengaja" lanjutku melangkah kaki meninggalkannya.
Entah apa yang sekarang ia perbuat, tak lagi kubalikkan badan untuk melihatnya. Langkahku hanya tertuju pada motorku yang sudah terlihat bersih dan langsung kubayar atas jasa tukang cuci motor tersebut. Demikian pula saat kutinggalkan tempat ini, tak lagi kulihat seseorang yang mencoba untuk mendekatiku. Hatiku seakan belum siap untuk membuka lembaran kisah yang baru, padahal itu adalah sebuah kesempatan untuk melupakan tentang Anjar. Mungkin lain kali, ketika pertemuan yang tak disengaja lagi, saat bertemu entah dimana, entah kapan, entah dalam situasi seperti apa. Dan entahlah apakah kami akan bertemu lagi..
Sekarang, saat matahari sudah berada ditengah langit, memancarkan cahayanya dengan sempurna. Dapat kurasakan sengatan matahari yang terasa panas di atas kulit, dan kurasakan butiran debu dan pasir yang terbawa angin tersapu oleh kendaraan menyentuh kulit. Namun ditengah panasnya matahari ini masih saja puluhan kendaraan hilir mudik memadati jalan yang panjang. Beberapa penjual es buah dan es dawet kujumpai dalam perjalanan ini, terlihat mereka tengah sibuk melayani para pembeli. Ditengah panas dunia ini masih saja kutemukan sedikit rejeki tentang kehidupan.
Dan melalui jalan panjang ini, telah kumantapkan hatiku untuk menutup cerita tentang Anjar, tentang masa lalu yang tak mungkin lagi bisa kembali. Sekarang saatnya aku menjalani hari yang baru, dan mulai sekarang aku akan menanti kembali. Kembali menanti seseorang yang dapat menggetarkan hati, menanti seorang pangeran dari negeri antah berantah yang entah kapan datangya.. I was waiting for you... my heart..

#Ada sedikit insipirasi jadi ditulis kelanjutannya nih,, semoga besok - besok bisa nulis lagi,, terima kasih sudah membaca...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar