Tulisan ini diikutkan dalam kompetisi penulisan blog dan foto dalam rangka Sail Raja Ampat 2014. Lebih lanjut di www.indonesia.travel
Raja Ampat.
Siapa yang tak mengenal kepulauan yang bahkan sanggup menggoda para turis
asing. Julukan bagi 4 pulau utama, Waigeo, Salawati, Batanta dan Misool. Raja
Ampat merupakan salah satu kabupaten dari Provinsi Papua Barat yang memiliki
wilayah 46.108km2 dan 80% diantaranya adalah laut. Sementara dari
610 pulau yang ada hanya dihuni sekitar 35 pulau saja dengan 60.000 jiwa. Raja
Ampat rumah bagi biota laut, lebih dari 540 jenis terumbu karang, 1.511 spesies
ikan, 700 jenis moluska dan binatang laut lain menjadi penghuninya. Menurut
laporan dari The Nature Conservancy dan Conservation International ada sekitar
75% spesies laut dunia yang tinggal di laut Raja Ampat.
Mungkin tidak
seluruh rakyat Indonesia akan pernah sanggup datang ke Raja Ampat yang sudah
menggema didunia pariwisata internasional. Sejauh ini dominasi pengunjung yang
datang ke Raja Ampat adalah turis asing, dan hanya segelintir yang
merupakan wisatawan lokal. Faktor mahalnya biaya perjalanan menuju Raja Ampat adalah
salah satu hal yang mempengaruhi sedikitnya kunjungan wisatawan lokal. Bayangkan
saja hanya untuk berkunjung paling tidak kita harus mengantongi 25 – 30 juta.
Sungguh biaya yang tak bisa dibilang murah..
Seandainya saja
bisa kesini, pastilah sebuah impian yang sangat besar. Sepertinya kita akan
disambut oleh ombak yang meyentuh lembut pasir putih, jernihnya perairan Raja
Ampat yang sebening kristal, hembusan angin yang menyapa setiap insan, dedaunan
yang seakan mengajak kita menari, dan sinar matahari yang tak pernah berhenti
tuk menyinari. Mungkin akan ada pula tarian khas Papua, untaian bunga yang akan
dikalungkan atau kelapa muda sebagai minuman penyambut tamu. Atau kita akan
langsung disuguhi makanan tradisional, seperti papeda (bubur sagu) lengkap
dengan ikan bumbu kuning dan sambalnya, atau cacing ulat goreng dan sate ulat
sagu yang tak terbayang bagaimana rasanya.
Belum lagi ucapan selamat datang
dari biota laut yang beraneka jenis. Saat kita menyelam mungkin akan kita akan
disapa kuda laut katai, ikan pari manta, wobbegong dan ikan – ikan indah
lainnya. Atau bahkan mungkin akan ada ikan tuna, giant trevaliies, snapper,
barracuda atau bahkan bila beruntung seekor penyu laut bisa bergabung menemani
kita menyelam dikeindahan terumbu karang Raja Ampat. Inikah sepotong kota
Atlantis yang hilang tersebut?
Tak hanya
kehidupan bawah lautnya yang sangat mempesona. Gugusan pulau kecil Raja Ampat pun
menyimpan kekuatan yang seakan memanggil kita untuk berkunjung. Kepulauan Wayang
dibagian barat Raja Ampat adalah gugusan pulau kecil Karst yang jangan pernah
dilewatkan saat berkunjung kemari. Demikian pula desa Sawingrrai dan Painemo,
kita akan dapat melihat burung cendrawasih, belah rotan, dan cendrawasih besar
yang hinggap dipohon. Hamparan hutan yang masih alami, flora dan fauna yang
masih terjaga, berpadu dengan keramahan penduduk lokal adalah penambah
keindahan Raja Ampat.
Seperti halnya
wilayah Papua yang lain Raja Ampat dihuni oleh berbagai suku asli. Suku
Wawiyai, Suku Kawe, Suku Layangan, Suku Moi, Suku Batantan, Suku Biak dan
lainnya. Dari suku – suku yang beragam inilah yang melahirkan budaya – budaya
yang sampai sekarang tak pernah dilepas dari masyarakat Raja Ampat.
Sasi, merupakan
budaya dari aturan tak tertulis masyarakat Raja Ampat mengenai penutupan satu
kawasan/dusun untuk menjaga kelestarian ekosistem alamnya dalam jangka waktu tertentu.
Tak hanya hutan, tetapi berlaku juga pada kawasan laut, hal ini bertujuan uttuk
menjaga keseimbangan hidup hewan laut dari eksploitasi secara sembarangan dan
memberikan ruang untuk berkembang biak dengan lebih baik. Sasi adalah warisan
budaya dari raja – raja terdahulu di Raja Ampat yang terus dijaga, bahkan kini
sudah diterima secara luas dipesisir pantai dari Kepulauan Raja Ampat hingga
Maluku dan Sulawesi.
Budaya lain yang
tergambar dengan jelas adalah berupa tarian dan lagu. Ciri umum dari tarian Papua
adalah tarian yang bersemangat dan diiringi alat musik perkusi khas Papua
seperti Tifa, gong(Mambolon), tambur(Bakulu) dan alat tiup dari kerang laut.
Sementara lagunya pun kebanyakan bernuansa riang dan umumnya dinyanyikan dengan
perpaduan suara vokal lebih dari satu orang. Tari dan lagu yang khas yang akan
dikenalkan pada setiap generasi suku – suku dan tak akan pernah hilang karena
peralihan jaman.
Noken. Tas
multifungsi yang digunakan secara turun temurun sejak nenek moyang hingga
sekarang. Sebuah bentuk budaya yang dibuat dari serat kulit kayu pohon Manduam,
Nawa/ Anggrek hutan yang dianyam dan dirajut menjadi bentuk tas gantung.
Digunakan untuk membawa hasil pertanian dan barang dagangan kepasar. Digunakan
dengan cara dikaitkan dan digantungkan dikepala bagian depan (jidat) dengan
mengalungkan kearah belakang punggung. Noken, tas gantung khas Papua yang sudah
terdaftar sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO.
Budaya yang
timbul karena keragaman suku yang bertujuan untuk menjaga kelestarian alam, membangun
hubungan dengan sesama suku lain, mempermudah kehidupan suku tersebut tanpa
meninggalkan adat istiadat yang sudah terjalankan sejak ratusan tahun yang
lalu.
Bentuk kerarifan
lokal yang menyebabkan para wisatawan berdatangan adalah keramahan dari
penduduk Raja Ampat. Penduduk setempat yang kebanyakan bermata pencaharian
sebagai nelayan adalah orang yang ramah. Apalagi bila ada seorang tamu/
wisatawan yang memberikan mereka buah pinang/permen. Maka akan dibalas dengan
segurat senyum yang tulus dan perbincangan yang ramah. Sudah menjadi budaya di
Raja Ampat, mereka memakan camilan saat bercakap – cakap (Para para pinang)
saling bertukar cerita sambil mengunyah buah pinang maupun permen.
Selain itu juga
terlihat dari perlakuan mereka ketika menangkap hasil laut. Mereka masih menggunakan
kalawai/penikam sebagai alat tradisional. Atau dengan cara molo yaitu alat
senapan yang dirancang khusus untuk menembak ikan yang terbuat dari kayu dan
kawat sebagai penikam yang dilontarkan dari senapan. Bahkan ada yang memancing dengan kail tanpa
umpan yang sering disebut bacigi, cara ini digunakan hanya saat malam hari dan
hanya mengandalkan lampu gas (petromaks). Cara – cara menangkap ikan tanpa
merusak alam inilah salah satu kearifan lokal yang terus saja dijaga oleh warga
Raja Ampat. Mereka sadar akan cara tradisional yang ramah lingkungan dan tak
membahayakan kelestarian alam semesta.
Pantai dan laut
yang indah di Raja Ampat kini disiapkan sebagai tujuan wisata yang juga
didukung pemerintah. Dan kearifan lokal rakyat Raja Ampat adalah salah satu
cara untuk menjaga kelestarian keragaman biota laut diwilayah mereka. Ditambah warisan
budaya yang masih terus dipegang teguh hingga generasi sekarang menjadi daya
pikat tersendiri bagi Raja Ampat.
Dan seandainya
berkesempatan mengunjungi Raja Ampat, maka pilihlah bulan September hingga Mei,
karena itulah waktu ideal untuk berkunjung tanpa dihalangi angin kencang dan
ombang yang bisa mencapai ketinggian 4 meter. Dan jangan salah mulut yang
mungkin akan terus mengucapkan pujian bagi Sang Pencipta atau mata yang tak mau
terpejam karena pesona Raja Ampat yang memukau. Karena inilah Raja Ampat,
warisan hayati laut yang takkan pernah habis keindahan bawah lautnya, yang
berada tepat di jantung Segitiga Terumbu Karang dan diujung barat laut Papua
Barat, INDONESIA.