Rabu, 06 Agustus 2014

Hilang Arah

 
Kehilangan itu adalah bagian dari hidup yang tak bisa dilepaskan. Suatu ketika mungkin dimulai dari kehilangan buku, dilain ruang waktu mungkin kita kehilangan benda yang berharga, dan dilain sisi tempat mungkin kehilangan sosok teman, atau salah satu yang paling menyesakkan hati adalah kehilangan saudara dan orang tua. Kehilangan itu berarti kita tak bisa memilikinya lagi, tak bisa melihatnya lagi, tak bisa merasakannya lagi, dan tak bisa kita dapatkan manfaatnya lagi. 
Beberapa minggu terakhir sangat terasa akan kehilangan arahku. Aku tak tahu apa yang sedang terjadi dalam hidupku sendiri. Dimulai dari rasa bosannya terhadap pekerjaan, mencoba tuk berjalan sendiri dan menjalankan impian dan pada akhirnya terhempas dari pegangan dan terjatuh pada dasar yang gelap. Pada kehilangan arah ini, kurasakan kembali pertanyaan mendasar pada diriku sendiri. Sanggupkah bermimpi setinggi langit sementara hanya mampu berdiri diujung desa??

  

Awalnya arahku itu menuju kearah A, ditengah jalan aku  melihat persimpangan B dan D, ditengah persimpangan tersebut kupilih arah D karena kupikir jalannya akan lebih dekat dengan arah. Namun ternyata jalannya pun susah dilalui, ternyata ada beberapa tanjakan dan kelokan yang tajam. Sempat terpikir untuk berbalik arah dan memilih persimpangan B, tapi itu berarti aku harus mundur dari langkah ini dan kembali merasakan perjalanan dijalan D.
Mata dan hatiku masih tertuju pada arah A, namun dari ujung jalan D ini kulihat beberapa persimpangan lagi. Kanan, kiri dan tengah. Inilah minggu - minggu yang berat, aku masih saja terdiam diujung jalan, hanya menikmati angin yang makin dingin, matahari yang terbit dan tenggelam tanpa ada langkah pasti. Ya, aku hanya berdiam diri,,


Arah A masih menjadi impian yang selamanya mengisi sedikit ruang dihati. Meski entah kapan dapat kulanjutkan, tapi aku tetap yakin arah A adalah fokus dan impian. Sekarang diujung jalan ini, berada dipersimpangan ini, kembali kutata lembaran langkah, kembali kusiapkan kaki dan tangan tuk memanjat jurang yang mulai terlihat sepi ini. Akankah kuberhasil melewati jurangnya, hanyalah Tuhan yang tahu. Tugasku adalah terus melangkah.
Dan tugasku kian berat saat kulihat alunan waktu tak mengikuti berhenti melangkah. Kulihat jarum waktu itu terus berputar mengikuti langkah matahari... Aku harus bergegas, kembali pada jalan yang penuh persimpangan itu dan memilih salah satu, berharap itu yang terbaik. Ada dua resiko saat aku melangkah dan mengambil salah satu persimpangan. Kembali menemui jalan yang salah. Atau. Berada dijalur yang benar...





Tidak ada komentar:

Posting Komentar