Sabtu, 04 Juni 2016

Pemakaman dan Kenangan

Rimbunnya pohon menyambut, membukakan pintu duka,
Rerumputan memberi salam, mengabarimu semalam adalah hujan,
Tempat itu masih sama, dan selamanya akan sama. Pemakaman.

Matahari telah berputar sebanyak dua ribu lima ratus lima puluh lima kali
Masih kuingat, kabar itu bagai bom atom yang menghancurkan Nagasaki
Sendu itu kan membekas, mesti waktu telah berlari. Kematian.


Ramadhan telah sampai di halaman, dan tradisi nyekar (ziarah) kubur masih lekat dikeluarga kami. Pro dan kontra masih bergulir terhadap tradisi nyekar bagi masyarakat modern. Ada yang setuju ada pula yang menolak. Bukan tradisi nyekar yang mau kutulis disini, itu sih terserah para pembaca mau menjalankan atau tidak. 

Kematian orang tua adalah hal wajar, hal ini BISA kuucapkan sekarang, tapi tidak tujuh tahun yang lalu. Saat itu, kematian bapak adalah berita yang menggemparkan, beliau merantau dan meninggal diperantauan. Antara percaya atau tidak, antara itu kabar bohong atau kabar benar, aku masih berharap bahwa itu semua salah. Hingga tubuh bapak yang sudah kaku sampai kerumah, dan duka itu kian membesar.



Sebagai anak terakhir alias bontot (bs. Jawa) aku tak begitu dekat dengan bapak. Aku lahir terakhir dan bapak hanya pulang setiap dua bulan sekali itupun hanya tiga hari dirumah. Dan waktu yang sangat singkat itu masih harus dibagi untuk berbagai urusan dan sanak saudara yang lain. Sejujurnya aku pun kurang memahami tentang bapakku, hanya sifat-sifat dasarnya yang kutahu. Sekarang, ketika beliau sudah menempuh perjalanan abadi, baru kusadari aku tak sempat belajar arti hidup pada bapak

Yah, nasi sudah menjadi bubur, tinggal ditambah kecap, suwiran daging ayam, kerupuk, dan jadilah bubur ayam. Kini aku hanya bisa belajar dari kenangan-kenangan, selalu mengingat setiap petuah yang dulu disampaikan saat aku masih tak ahu artinya. Dan ketika aku iri pada anak yang bertengkar dengan ayahnya, ayah yang memboncengkan anaknya, aku hanya bisa berdoa dan mencoba tersenyum. 

Jadi, bagi pembaca yang masih mempunyai ayah, nikmatilah setiap kesempatan yang ada, belajarlah lebih banyak tentang hidup padanya, hargailah setiap pendapat mereka meski bertentangan dengan keinginan kita, dan temanilah ketika mereka kesepian. 

Purbalingga, menjelang puasa 1437 H, sepertinya kemarau mulai menyapa dibulan Juni
Maafkan atas segala kekeliruan dan kesalahan yang saya tuliskan, semoga kita bisa menjalankan puasa Ramadhan dengan hati yang bersih, tenang dan damai. 
Selamat datang Ramadhan 1437 H


Tidak ada komentar:

Posting Komentar