Jumat, 14 Juni 2013

Tertipu cinta MONYET

Saduran dari karya ponakanku, cerpen anak SMA..

Kisah ini awal ketika aku masih duduk di bangku kelas 2 SMP. Masa – masa remaja yang dilalui dengan kegembiraan dan kegalauan yang datangnya silih berganti.
Waktu itu, aku mempunyai teman sekelas bernama Sari. Lumayan cantik, berkulit putih, tubuh yang kurus dan tinggi membuatnya dia terkenal dikalangan angkatan kami. Aku dan dia sudah berteman sejak masuk SMP, sama – sama mengikuti kegiatan Pramuka menjadikan kami semakin akrab. Suatu hari, ketika waktunya untuk pulang, Sari meminjam hpku. Ia bilang untuk menghubungi temannya, karena hpnya mati.
Sesampainya dirumah kubuka kembali hpku itu, kubaca sejenak sms Sari pada temannya. Tak disangka pada malam harinya teman Sari tersebut mengirimkan pesan padaku. Awalnya hanya iseng, tapi lama kelamaan saling mengenalkan diri dan terjalinlah suatu pertemanan dari situ. Awalnya tak kenal, kemudian saling ber – sms – an, kemudian dia mengajakku untuk melakukan kopi darat, ketemuan disuatu tempat untuk lebih saling mengenal lagi.
Tian, itulah teman pria yang dulu disms Sari. Dari Sari pula aku mendapat rujukan kalau Tian itu adalah anak yang baik, seorang pelajar dari Sekolah Menengah Atas. Atas dasar itu pula lah, aku memberanikan diri untuk melakukan kopdar (kopi darat) dengan Tian, asal saling membawa teman, itu syarat dariku. Akhirnya aku membawa Sari dan Tian membawa seorang teman laki – lakinya, Wisnu namanya. Kami hanya mengobrol kala itu, saling menanyakan kesukaan masing – masing.  ****
1 bulan telah berlalu…
Wisnu kini sering menghubungiku walau lewat sms, dan itupun hanya menanyakan kabar belaka. Ternyata dia lumayan asyik sebagai teman curhat, dari yang selalu mendengarkan keluhanku tentang susahnya pelajaran atau kegiatan Pramukaku yang membuatku bosan. Meski jarang, tapi dua atau satu minggu sekali Wisnu selalu mengajakku untuk bertemu, sekarang makan bersama atau ke perpustakaan bersama.
“Nis, kamu mau ga jadi pacarku?” tanya Wisnu ketika kami menyusuri taman kota bersama.
“Bukannya kamu sudah punya pacar?” tanyaku “Ntar aku malah jadi orang ketiga lagi” lanjutku
“Kata siapa aku punya pacar, belum lha” jawabnya santai
Berlangitkan malam yang tak penuh bintang, aku terdiam sejenak, memikirkan apa yang harus kuucapkan pada Wisnu. Salah ucap sekata pun bisa menjadi penghancur pertemanan kami. Aku tak mau hubungan teman yang sudah baik ini menjadi retak gara – gara aku menolak cintanya.
“Aku tak bisa menjawabnya sekarang, aku perlu waktu” jawabku
Wisnu tersenyum, “iya tak papa” jawabnya singkat. “Kita makan yuk” katanya sambil menunjuk warung bakso kesukaan kami di taman kota ini. ****
Entah kenapa ayam berkokok dengan cepatnya, tak terasa aku sudah harus bangun dari tidurku yang nyaman ini. Sinar matahari belum berhasil menembus kaca jendelaku, berarti ini masih jam lima pagi, pikirku dalam hati. Ada rasa malas untuk bangun, ada rasa tuk melanjutkan tidurku saja, biar melanjutkan mimpi yang tadi belum selesai.
“Bangun nis, sholat subuh dulu” kata ibuku sambil mengetuk pintu kamarku.
“Ya bu, “ aku langsung bangun, duduk ditepi tempat tidurku tuk mengumpulkan semangat baru menyambut hari ini.
Rutinitas masih saja seperti kemarin, hampir bosan rasanya melakukan hal ini. Bangun, mandi, sarapan, pergi, belajar, terus berulang setiap harinya selama bertahun – tahun. Ingin rasanya cepat – cepat menyelesaikan sekolah ini, biar bisa kuliah yang waktu belajarnya tak terlalu mendominan seperti saat SMP atau SMA.
Hampir sama seperti hari – hari kemarin, aku tak begitu menikmati pelajaran hari Sabtu ini. Rasanya barusan aku masuk kelas, eh malah sekarang udah waktunya pulang. Bel tanda pelajaran terakhir telah berbunyi disambut sorak – sorak dalam hati teman – temanku yang sudah jenuh dengan pelajaran Kesenian ini. Tak ada yang berlama – lama dikelas, semua anak segera menghambur berlari keluar kelas dan berbaur dengan anak – anak yang lain. Hampir semuanya bercerita tentang kegiatan nanti malam minggu yang sudah direncanakanya.
“Nis ntar malam ke taman lagi yuk” sms dari Wisnu
Sambil melepas sepatu dan meletakkanya dilemari sepatu aku tersenyum membacanya. Dalam hati mulai terasa getaran aneh yang muncul setiap kali aku membayangkan Wisnu.
“Ok,” balasku singkat.
Nanti malam adalah malam minggu, malam yang panjang buat anak – anak muda. Malam bagi para pasangan kekasih untuk saling bertemu, saling mengungkapkan cintanya pada pasangannya. Tapi malam yang kelabu bagi yang sendiri, tanpa teman pendamping hanya bisa menikmati pemandangan sepasang kekasih yang saling bergandengan tangan.
Malam ini juga sudah kubulatkan hati tuk menjawab pertanyaan dari Wisnu. Sudah kupikir dalam otakku yang pas – pasan ini, kan kujawab segala rasa aneh yang selalu muncul ketika bersama Wisnu.
“Kamu masih nunggu jawaban aku ngak Nu” tanyaku
“Jawaban pertanyaan yang mana” tanya Wisnu sambil menikmati es krimnya
“Masih muda kok udah pikun” candaku
“Masih dong, sampai kapanpun aku nggak bakal lupa pertanyaanku itu” jawabnya mulai serius “Emang udah ada jawabannya?” tanyanya lagi
“Ehm……” aku menggantung jawaban
“Jangan gitu dong, bilang iya atau tidak aja kok susah”
“Iya aja deh, daripada ntar ngak dianter pulang” jawabku mengalihkan pandanganku dari Wisnu
“Makasih yah” jawab Wisnu tersenyum.”Aku janji cuma kamu seorang yang ada dihatiku”  ****
1 tahun berlalu ….
Dalam menjalin suatu hubungan biak pertemanan atau percintaan aku berprinsip untuk selalu jujur. Membuka segala masalah yang ada itu jauh lebih baik daripada mengetahuinya dari belakang. Demikian pula dengan hubunganku dengan Wisnu, kami sepakat untuk saling terbuka satu sama lain. Apapun masalahnya, kami harus hadapi dengan kejujuran sehingga bisa menjadikan kami lebih bersatu.
Sejak 1 tahun yang lalu ketika aku memberikan jawabanku pada Wisnu, kami sepakat untuk saling memberikan panggilan sayang, layaknya pasangan kekasih yang lain. Seperti beb, darling, say, bahkan ada juga yang sudah memanggil papi mamih (tapi aku kurang terlalu suka dengan panggilan terakhir, kan belum apa apa kok memanggilnya sudah seperti itu, kurang berkenan saja dalam hatiku). Aku lebih sering memanggilnya Mas, dan dia memanggilku dengan Dik.
Tak terasa sebentar lagi aku harus melewati ujian, tak terasa pula kalau aku sudah kelas 3. Masa – masa yang paling sulit, harus pandai – pandai membagi waktu antara pelajaran dan kegiatan diluar sekolah.
Entah karena akunya yang terlalu sibuk dengan persiapan ujianku atau ada alasan yang lain hubunganku dengan Wisnu mulai merenggang. Sempat terasa kalau Wisnu mulai berubah, tak seperti pada awal – awal kami pacaran dulu.
“Mas, mulai berubah deh” tanyaku sambil mengambil buku dirak perpustakaan kota.
“Berubah apaan” tanyanya
“Contohnya nih ya, kadang sms ku ngak dibalas, kemarin marah – marah nggak jelas” kataku sambil membaca buku referensi yang kuambil tadi
“Kan mas juga sibuk, memangnya hanya kamu yang sibuk ujian” katanya sambil berjalan menjauh.
Berawal dari kejadian diperpustakaan kota itulah mulai sering muncul pertengkaran – pertengakaran dalam hubungan ini. Sambil mengikuti persiapan ujian aku terus saja memikirkan masalah ini, setengah otakku kupaksa untuk berpikir materi ujian sementara setengahnya lagi kupaksa untuk memikirkan hubunganku dengan Mas Wisnu. Aku juga tak mau aku gagal pada ujian sementara aku juga gagal dalam mempertahankan hubunganku dengan Mas Wisnu.
Seiring berjalannya waktu, ketika ujian makin dekat aku mendengar kabar tentang Wisnu. Pernah temanku berkata ia melihat Wisnu dengan seorang pelajar dari sekolah tetangga. Walau hatiku hampir hancur, tapi kucoba tuk mempertahankan. Toh kata Mas Wisnu, yang pernah jalan dengannya hanya saudaranya saja, kucoba tuk percaya padanya.
Namun, aku sendiri pernah memergoki dia sedang jalan dengan wanita lain. Dan yang lebih menyakitkan hati, mereka bergandengan tangan dengan mesra layaknya sepasang kekasih. Kali ini, kucoba tuk berpikir lebih rasional, hampir dua hari aku melupakan materi ujian hanya untuk memikirkan kejadian kemarin.
“Aku udah capek Mas,” kataku saat berjumpa dengannya
Wisnu hanya terdiam melihat tatapan mataku yang semakin menajam.
“Aku sudah bosan dengan segala yang kamu tutupi dari aku, sepertinya prinsip kejujuranku sudah tak lagi ada dalam hubungan ini “ ujarku
“Lalu kamu maunya seperti apa Dik, kamu tak percaya sama aku” tantangnya
“Aku mau putus, kita sudahi semua sampai disini” ujarku lagi, air mataku hampir saja membanjiri pipiku kalau tak dicegah dengan logikaku.
“Ok, kita selesai” ucap Wisnu dengan singkatnya dan terasa tanpa ada beban
Cinta memang tak seperti yang kita bayangkan. Cinta juga tidak selamanya menyenangkan begitu pun sebaliknya cinta tak selamanya menyedihkan. Hubunganku dengan Mas Wisnu tak selamanya berjalan dengan mulus seperti pikiranku dulu. Ternyata banyak tikungan dan pertigaan yang harus kita hadapi, dan tak selamanya itu sejalan.****
1 bulan telah berlalu, kesibukanku dengan ujian bisa menjadi pelampiasanku untuk mengalihkan dari segala yang behubungan dengan Wisnu. Meski sebenarnya masih ada rindu dalam hatiku untuk Wisnu, masih ada rasa ingin melihatnya senyumnya lagi, masih ada rasa tuk mendengar candaannya lagi.
Ujian telah berlalu, aku mencoba tuk semakin meninggalkan bayangan tentang Wisnu. Beruntung ada teman laki – laki yang ternyata sudah suka padaku dari kelas 1, tapi ia tak pernah berani tuk mengatakan padaku. Aku tak pernah berpikir untuk menjadikan Angga sebagai pelarianku saja dari Wisnu, mulai kucoba tuk membuka hatiku pada Angga.
Ketika aku mulai nyaman dengan hubunganku dengan Angga, aku mendapat kabar dari Sari kalau sebenarnya Mega, teman beda kelasku menyukai Angga. Aku dan Mega adalah teman dekat, kami selalu menghabirkan jadwal istirahat bersama di kantin, mengerjakan tugas bersama di perpustakaan, aku bahkan menganggap Mega salah satu sahabat terbaikku. Soal Angga, Mega tak pernah memberitahukan padaku tentang perasaannya.
Dalam kebimbangan, satu sisi aku nyaman dengan Angga, disisi lain Mega adalah sahabatku sendiri. Lebih baik aku mengorbankan perasaanku, aku lebih memilih Mega. Kuputuskan hubunganku dengan Angga dengan baik – baik, ia pun berusaha tuk memahami keadaanku ini.
Untungya keputusanku diperkuat dengan kelulusan dan aku tak satu sekolah lagi dengan Angga maupun Mega. Jadi tak ada beban dalam hatiku, tak harus memilih antara Angga atau Mega lagi. ****
‘Wisnu datang lagi’ hati kecilku bersorak gembira. Entah darimana ia tahu aku bersekolah dimana, tapi tadi siang dia ada didepan gerbang. Ia mengajakku makan siang, hanya sebagai ucapaan permintaan maaf atas salahnya waktu dulu. Selain itu juga ia mengungkapkan kalau ia benar – benar menyesal, dan masih menyimpan perasaan untukku.
Aku tak bisa menolak Wisnu, hati benar – benar berseri, segala keindahan dibumi ini muncul dalam hari hariku bersama Wisnu. Dalam hati kucoba tuk mulai menghapus kesalahan Wisnu.
“Aku janji takkan mengulang kesalahan yang lalu, aku janji hanya seorang Nisa yang sekarang ada dihari – hariku” ucapnya makin membuat hatiku luluh. ***
Hari – hari berlalu, dengan cepatnya ia berganti menjadi bulan. Tak terasa hubunganku dengan Wisnu telah satu tahun lamanya. Awalnya memang menyenangkan, rasa indah memenuhi ruang dalam hati. Tapi entah mengapa, beberapa minggu belakangan terasa berbeda, ada sesuatu yang mengganjal dalam hubungan ini. Terasa Mas Wisnu semakin sering tak menjawab telfon ku, ia berkilah kalau sedang sibuk kuliah, terkadang pula ia lupa dengan janji yang ia buat sendiri. Namun masih saja kucoba untuk berpikir positiv mungkin, benar Mas Wisnu sedang sibuk atau sedang ada masalah dengan kuliahnya.
Lusa adalah ulang tahun Mas Wisnu, aku sengaja tak mengatakan apapun, sikapku padanya juga seperti biasa. Aku ingin memberikan sebuah kejutan, mungkin dengan ini dia bisa memberikan perhatiannya sepenuhnya pada hubungan kami.
Hari ini adalah jadwalku mengikuti les tambahan. Beruntung ada Maya, ia mengajakku untuk kabur dari jadwal les, katanya ia bosan dengan materi yang diajarkan. Maya mengajakku kepertokoan didekat taman kota, pucuk dicinta ulam pun tiba, aku rasa ini saat yang tepat untuk mencari kado untuk Mas Wisnu. Lupakan les, toh hanya sekali aku tak berangkat les.
“May, aku ke toko itu sebentar ya, siapa tahu ada yang bagus” kataku pada Maya
“Ok, ketemuan di warung mie Udin ya” jawabnya
Beberapa toko telah kulalui tapi belum ada yang menarik perhatianku, baru kutemukan sebuah jam tangan laki – laki yang rasanya pas ditangan Mas Wisnu. Sebetulnya aku ingin mencari sebuah kemeja untuknya, katanya dia akan mengikuti KKN, dan aku ingin kemeja itu mengingatkannya padaku saat KKN nanti.
Baru satu langkah melewati resto, langkahku terhenti, pandanganku tertuju pada satu orang yang selalu mengisi relung hatiku. Mas Wisnu, ia sedang duduk disalah satu kursi resto tersebut, yang membuatku lebih kaget, didepannya ada seorang wanita muda, terlihat seumuran denganku. Tangan mereka saling menggenggam, dari cara bicara keduanya terlihat mereka sedang membicarakan hal yang menarik, dan yang paling menyakitkan terlihat dari pandangan Mas Wisnu yang memandang wanita itu, seperti saat dia memandang mataku.
Langkahku semakin kupercepat, rasanya ingin berlari bila tak terhalang beberapa orang yang lalu lalang diresto. Hampir saja emosi memenuhi tubuhku, rasanya ingin sekali memukul batang pohon pisang tuk melampiaskan amarah ini.
“Byurr” kulempar isi gelas lemon tea pada wajah Mas Wisnu, lalu kubanting gelas itu dan terjatuh kelantai berkeping – keping.
Lantai langsung basah, pecahan kaca gelas terlihat hancur berkeping – keping. Orang – orang dalam resto langsung tertuju pada kami, beragam tatapan mereka, penuh tanya, penuh amarah dan penuh penasaran.
“Nis” tanya Wisnu pelan sambil mengusap wajahnya
“Ssstt jangan bicara” kataku tegas “Kamu pacaranya?” tanyaku pada gadis didepan Wisnu
Ia terdiam, mungkin bingung dengan keadaan ini. Ia menengok kesegala arah, melihat seluruh penjuru resto sedang menatap kami.
“Jawab saja, nggak usah takut” tanyaku lagi
“Bukan, dia cuma teman” jawab Wisnu
“Siapa yang tanya sama kamu” kataku sinis, “sekali lagi kutanya, kamu pacarnya” kataku lagi pada gadis ini
“Kami satu kampus,,” jawabnya pelan “Wisnu pacarku sejak tiga bulan yang lalu.”
“Ok, makasih jawabannya” kataku  sekarang pandanganku tertuju pada Wisnu, dari tatapannya ia terlihat memelas sangat berbeda dengan sorot mataku yang penuh amarah.
“Kita selesai Mas, dulu kucoba tuk menyatukan hatiku yang retak, tapi kali ini sudah hancur berkeping – keping” jawabku sambil menahan emosi “Rasanya ingin aku tampar pipi kamu, tapi aku tak mau tanganku kotor menyentuh manusia yang tak bisa memengan ucapannya sendiri”
“Nis… “ katanya pelan
“Tak ada lagi Wisnu dalam hidupku, tak satu tahun kedepan atau bahkan ratusan tahun kedepan, hatiku sudah remuk melihat kebohonganmu”
Kutinggalkan mereka berdua, tak tahu apa yang terjadi dengan Wisnu dan pacar barunya itu. Aku tak lupa mengucapkan maaf pada kasir resto dan memberikan uang ganti atas gelas yang pecah. Rasa maluku ketika seluruh orang menatapku dengan kasihan sudah hilang, tertutup dengan sakit hatiku yang mulai membayangiku, hampir air mataku tak bisa terbendung lagi.****
Diteras belakangan masjid aku duduk, menikmati sakit hati yang sedang melandaku. Air mataku tak habis – habisnya turun, entah kenapa semakin lama semakin deras saja. Untung saja, tak ramai orang ditempat ini, sehingga membuatku semakin nyaman untuk menangis. Hatiku sungguh menyesal, mengapa dulu aku begitu percaya pada Wisnu, pada perkataannya bahwa hanya aku seorang dihari – hari.
“Sapu tangan” tanpa kusadari ada suara disampingku
Lama tak jumpa membuatku agak terpaku, Angga, masih sama seperti dulu hanya terlihat makin kurus saja mantanku ini. Kuseka air mata yang masih dipipi, kucoba tuk tersenyum melihatnya.
Ia kembali menyodorkan sapu tangannya. “Masih bersih kok” katanya
“Makasih, “ jawabku sambil menerimanya dan menghapus sisa air mataku.
“Kalau mau nangis lagi, ngak papa kok” katanya “sebenarnya sih lebih cantik kalo tersenyum” candanya
“Halah.. emang kapan lihat aku” selidiku
“Ya deh, yang habis mergokin pacarnya selingkuh sampai nggak liat cowok yang duduk disamping pacarnya” katanya “eh mantan pacar” ralatnya
“Masa sih?” tanyaku tak percaya “Berarti dengar semua kata – kataku”
“Kayaknya aku ngak mau ikut campur urusan itu” katanya
Aku tersenyum, ia masih sama seperti Angga yang dulu, rasa nyaman dengan dekatnya masih terasa. Dalam hati terasa sesal juga kenapa Wisnu tak bisa seperti Wisnu.
“Mega ke Australia” ujarnya “Ikut tantenya untuk sekolah disana”
“Berarti betul kabar itu, nggak nyangka dulu waktu SMP dia ngak bisa bahasa Inggris” kataku setengah tak percaya “Lalu?”
“Apa sih yang nggak mungkin, Einstein saja saat SD bodoh tapi malah jadi penemu hebat”
“Hubunganmu” tanyaku
“Yah, mau gimana lagi, daripada jarak jauh ngak bisa dipertahankan, kita sepakat untuk putus” katanya “tapi baik – baik lho, sama – sama menyadari saja”
“Ini baru keren” kataku takjub, tak seperti aku yang putus gara – gara selingkuh “Kalo jodoh tak kemana kok” kataku
“Kayaknya kata – kata terakhir juga cocok buat yang baru putus” katanya
“Apa sih,,”kataku sambil tersenyum “Mulai detik ini aku berhenti mikirin pacar” tekadku
“Kalau sahabat” katanya menatap tajam, masih ada setitik rasa dalam pandangan Angga
“Sahabat” ujarku sambil menyodorkan tangan pada Angga
Angga ikut tersenyum dan menjabat tanganku mantap. “Sahabat” ujarnya “tapi kalau jodoh tak kan kemana kan” katanya berlanjut****


Tidak ada komentar:

Posting Komentar