Kamis, 16 Maret 2017

Saat Aku Mengingatnya

Ia tak kembali
Aku hanya mengingat bayangnya
Ia tak kutemukan di setiap sisi
Aku hanya mengenangnya



Benar kata orang, kalau ia sudah menghilang barulah kita menyadari seberapa penting keberadaannya.

Bertahun-tahun yang lampau, aku memandangnya sepele. Kuanggap ia hanya sebuah pemberian biasa. Dan kuletakkan di tempat yang biasa. Waktu berjalan dengan cepat, secepat itulah aku melupakannya. Suatu masa aku mengingatnya, kubongkar semua tempat dan kupaksa kenangan untuk mengulang yang lalu. Tak kutemukan apapun, ia benar-benar telah menghilang.

Kini aku menyesalinya, kusesali keputusanku karena menaruhnya di suatu tempat. Andai aku bisa memutar waktu atau kutembus lorong waktu. Maka kupastikan aku mengambilnya dan membawa ke masa sekarang. Sekarang hanya lewat kenangan aku dapat menjumpainya, tak mampu ku sentuh lagi. Kulihat ia masih seperti dulu, tak berubah, tapi ia tak bisa kupegang lagi. Dan kini hanya ada sesal dan kenangan.



Ia adalah buku filateli dan beberapa biografi. Mereka diberikan oleh almarhum bapak, dia berkata biarlah itu menjadi kenangan. Bapak adalah seorang perantau, beliau dan kami saling mengirim surat untuk menyampaikan kabar, dan dia mengumpulkan perangko-perangko bekas untuk kami. Aku ingat, warna sampul buku filteli itu berwarna biru (warna kesukaanku), sedikit debu menempel disudutnya. Ketika kubuka gambar-gambar perangko beragam warna dan bentuk, bermacam harga dan asal perangko. Tak hanya itu dibelakangnya ada pula kumpulan uang kuno, aku ingat ada  uang bergambar kapal berwarna merah.



Dan buku biografi itu, hanya kuingat buku itu tebal, dan sampul mantan presiden RI. Dulu aku sebal melihat buku itu, tak ada gambarnya. Namun kini aku merindukannya, aku belum sempat membacanya, bahkan membaca kata pengantarnya. Dulu Bapak berpesan, jadilah anak yang suka membaca, apapun itu bacaannya. 

Benar kata Bapak, barang itu menjadi kenangan. Kenanganku akan Bapak. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar