Kamis, 10 Oktober 2013

Undangan Tanpa Nama #2


"jadi ketempat mantan tang?" tanya mba Intan dari balik komputernya
"jadi mba, ini setelah selesai entri data langsung berangkat" jawabku 
"kalo pun ngak datang juga nggak papa" katanya lagi sembari membereskan kertas laporan
"ngak papa mba, sekalian silaturahmi" kataku "tumben belum dijemput jam segini mba" kucoba tuk bertanya hal yang lain
"kebiasaan deh, kalo lagi bahas masalahmu pasti dialihin" tanyanya sambil tersenyum
Jurus yang paling ampuh ketika aku tak ingin membahas suatu masalah dengan orang lain. Pasti lebih baik membicarakan yang lain saja daripada membahas masalahku dan membuatku makin tak nyaman.Aku termasuk orang yang tak suka membicarkan masalah pribadiku sendiri. Bila masih bisa kuselesaikan maka akan kuselesaikan sendiri, tanpa campur tangan orang lain.****
Senja baru saja turun, langit barat masih terlihat bercahaya tak seperti ujung timur yang sudah termakan gelap. Lalu lintas jalanan tak pernah sepi, meskipun itu diwaktu senja seperti ini, hilir mudik kendaraan tak pernah berhenti. Kilauan lampu dari kendaraan seperti ribuan bintang menambah ramai jalanan senja ini. 
Di parkiran aku terdiam sesaat, kumantapkan hatiku sekali lagi untuk datang ke tempat Anjar. 'datang aja tang, toh ngak ada salahnya untuk menyampung pertemanan kalian' kata emakku muncul lagi dalam hati. Sebelah hatiku mengatakan oke tak masalah aku datang, tapi sebelahnya lagi, ada rasa sakit yang masih terasa. Kilasan masa lalu yang kembali hadir belakangan ini, hal - hal yang sudah berhasil kulupakan 5 tahun ini, kembali muncul satu persatu tanpa kuminta. 
"tang, aku akan pergi ke Jogja, sesuai keinginan bapak aku ngambil kuliah hukum" katanya disuatu ujung senja
"trus??" aku belum bisa memberikan komentar apapun
"aku harap kamu mau menunggu" katanya 
Aku benci bagian kenangan ini, dia menyuruhku untuk menunggu, sampai kapan aku harus menunggu. Tanpa kabar apapun darinya, semakin memperparah kebencianku, bahkan nomor hpnya pun sudah tak aktif lagi. 'Apa aku saja yang harus menunggu, jangan jangan dia malah enak-enakan di Jogja sana, sementara aku menunggu dalam penderitaan,' selalu saja terbesit dalam pikiranku.
"masih inget Anjar ngak, seangkatan kita juga" kata Tia, teman seangkatan yang juga kuliah di Jogja
Tak sengaja aku bertemu dengannya ketika sedang menunggu martabak. Setelah cerita sana sini, tak sengaja ia menceritakan hal ini. Dari caranya bercerita seakan ia sudah lupa kalau aku masih menyandang sebagai pacaranya (meski status kami semakin tak jelas).
"emang kenapa, yang anak IPS2 kan" ujarku pura-pura tak mengerti
"iya bener, meski ngak sekampus tapi masih sering ketemu dia. kulihat dia beberapa kali jalan dengan wanita yang berbeda, sempet juga jalan dengan teman sekampusku juga, cuman denger-denger cuma satu bulan" ceritanya sangat panjang
"dasar lelaki" umpatku, meski saat itu aku ingin sekali melampiaskan amarah dan tangisku.
Aku makin membencinya,, benar dengan perasaanku selama ini, menunggu yang sia - sia. Perkataan Tia semakin membuatku berniat tuk melupakannya, dan menutup hatiku pada siapapun. Rasanya aku ingin melompati kenangan itu, menghindar dari si Anjar,, rasa yang menyesakkan hatiku ketika ada orang menyebut namanya lagi.****
Kurapikan dulu pakaianku, kusisir ulang rambut panjangku, meski tak berniat tampil menawan aku hanya mencoba untuk memantaskan diri datang kesebuah acara yang dibuat dengan meriah. Sembari itu, kucoba tuk menata hatiku lagi, menata kepingan kenangan yang tak mungkin kuhilangkan. Menahan hatiku untuk tak kembali pada perasaan yang dulu, perasaan yang sekarang tak mungkin lagi akan terjalin.
'dahulu kau lah segala, dahulu hanya dirimu yang ada dihatiku, namun sekarang aku mengerti, tak perlu kumenunggu, sebuah cinta yang semua...' suara raisa mengalun pelan dari sebelah kamar.
"Paklik makasih yah" ucapku ketika keluar dari kamar Asti
"wah, ini baru mba Lintangku, sederhana tapi sesuatu' ucap Asti mengomentari penampilanku
"apaan sih, makasih yah pinjemen kamarnya" aku tersenyum menanggapi perkataannya, "ikut yuk" kataku
"Asti ikut???" malah Paklikku yang menjawab "udah segeda lemari gitu kok ikut" jawabnya sembari membalik korannya
"Pake itu apaan, anak cantik gini kok dikatain lemari sih" Asti tak kalah sewot mendengar perkataan ayahnya
"sudahlah, aku pergi dulu, ntar penampilanku luntur"
"emang eskrim" kata Paklikku
"sudah mba ayo kita pergi, aku juga mau duduk diluar aja, disini panas"
Aku hanya menangguk dan tersenyum melihat tingkah ayah dan anak ini, terselip ada rindu untuk ayahku dihati ***
Tak sampai tiga menit aku sampai di tempat yang kutuju, sebuah tenda besar sudah terpasang dengan megah. Warna merah marunnya serasi dengan janur kuning yang melengkung dan menghiasi dibeberapa tempat. Diterangi beberapa lampu yang bercahya sangat terang, menjadikan tenda ini semakin meriah. Tak hanya itu musik keroncong mengalun pelan dari dalam, disudut kanan tenda terlihat beberapa soundsystem untuk menjadikan musik itu bertambah meriah lagi.
"Lintang," suara sesorang dari dalam tenda
Suara yang sudah lama tak kudengar, suara yang selama ini kurindukan, suara yang selama ini kubenci,,, "Anjar"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar