Suasana rumah Anjar bertambah ramai ketika kami sedang mulai mengobrol tentang pekerjaanku. Ibu dan Bapak dari Anjar merupakan orang tua yang sangat bijak, beliau berdua masih mengingatku sebagai teman lama Anjar, sekaligus keponakan dari tetangganya, yaitu Paklik Tono. Masih sangat jelas dalam ingatanku, 3tahun lalu ketika bapak berpulang ke Sang Pencipta, mereka berdua turut berkunjung kerumahku. Kunjungan tamu makin banyak dan ramai, mau tak mau mereka segera meninggalkanku dan Anjar untuk menemui tamu yang lain.
Hanya ada diam saat kedua orang tua Anjar pergi, meski sudah kubilang untuk ikut menemui tamu yang lain dulu dan meninggalkanku, tapi dia tak mau. 'ternyata Anjar masih keras kepala seperti dulu' kata batinku.
"tang..." ucap Anjar menggantung
"kenapa?" tanyaku berusaha dengan suara yang biasa saja
"aku minta maaf" kata Anjar
Akhirnya terucap juga kata yang selalu kunanti, pernyataan dia telah membuatku terluka dan meminta maaf dariku "untuk???" tantangku lebih lanjut
Anjar terdiam sejenak, ia menunduk menatap sisa gelas tehnya. Tak bisa kulihat raut muka dari Anjar, apakah dia menunjukkan rasa bersalah atau tidak
"sudah lah toh, semua sudah berlalu" entah keberanian darimana aku berucap seperti itu. Rasanya sudah cukup kudengar perkataan maaf darinya, meski tanpa ada alasan untuk maaf itu.
Anjar kaget mendengar perkataanku baru saja, ia menatapku tajam seakan mencari sesuatu dari diriku. Rasa sakit itu masih sangat tergambar dikedua mataku, sedari tadi kucoba untuk tidak melampiaskan amarahku. Toh takkan berguna bila kulampiaskan semuanya disini dan disaat seperti ini.
"semua takkan kembali seperti dulu kan" kataku lagi "sudah malam aku mau pulang"
"tang ...." katanya lagi dan lagi lagi menggantung tak terselesaikan
"ah, ada yang lupa" kataku sambil mengambil sesuatu dari dalam tasku.
Kuserahkan kotak kecil padanya, dengan perlahan ia menerima kotak ungu tersebut. Kugenggamkan erat kotak tersebut pada tangan Anjar.
"terima kasih untuk segalanya" ucapku mengakhiri pertemuan ini.
Segera kulangkah kaki depan tenda, aku berhenti sejenak ketika bertemu bapak dan ibu Anjar. Niat pamitanku ditahan mereka, katanya pulang nanti saja, nanti diantar orang suruhannya. Namun mereka akhirnya mengizinkanku untuk pulang ketika aku beralasan sedang tak enak badan.
Tiba - tiba Anjar menyusulku didepan parkiran motor. Terlihat ditangan kanannya menggenggam kotak yang sudah terbuka itu.
"untuk apa kau kembalikan ini?" tanyanya sambil menunjukkan cincin yang dulu pernah diberikannya padaku
"bila itu tetap kusimpan rasanya akan selalu sakit" jawabku sambil memakai helm "meski itu terlalu murah untuk calonmu yang dokter itu"
"kau harus dengar penjelasanku dulu" katanya sambil memegang tanganku erat
"apalagi yang dijelaskan?" tanyaku "esok kau menikah berarti sudah jelas besok kau sudah dimiliki orang lain" kataku sambil melepaskan tanggannya
"aku tak mencintainya" katanya lirik
"tapi besok kau menikah dengannya" jawabku
"kuharap kau mau datang besok kesini, akan kujelaskan semuanya sebelum acara pernikahan" lanjutnya "kumohon datang lah" pintanya
"kau mau aku menangis darah melihat orang yang slama ini kutunggu malah menikahi orang lain?" kataku "harusnya kau tahu bagaimana perasaanku sekarang" kataku mulai menunjukkan emosi
"kau tak datang akan kubatalkan semua ini, tak peduli dengan calon bayi yang bukan milikku.. "kata Anjar pelan..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar