Jumat, 27 Januari 2017

Sepucuk Surat

Teruntuk engkau yang kurindukan,
Bersama gerimis kutulis sepucuk surat, semoga sampai ditujuan dengan selamat.

Sudah lama sekali kita tak berjumpa, putaran waktu hampir merenggut kenangan tentangmu. Samar-samar masih kuingat senyummu dan kalimat-kalimatmu perlahan memudar. Aku hanya berharap sang waktu memberiku kesempatan untuk tak melupakankmu. 

Tak perlu kutanyakan kabarmu, aku selalu berdoa agar engkau bahagia, dimanapun kau berada. Adakah matahari dan bulan disana sama dengan apa yang kulihat? Apakah hujan dan angin disana sama dengan apa yang kurasakan? Aku selalu berdoa kau bisa melihat senja dan bintang yang kau sukai.

Dalam surat ini, kukabarkan bahwa duniaku telah berubah, tak seperti dulu saat bersamamu. Duniaku kini sungguh ramai, tapi juga sepi. Orang-orang ramai datang dan pergi, berucap dan berteriak. Tapi aku juga merasa sepi, tak kutemui lagi orang sepertimu, tak kudengar lagi kalimat yang penuh makna seperti kalimatmu. 

Dalam surat ini pula, kusampaikan permintaan maaf yang tulus. Maaf dulu aku tak menjadi yang terbaik bagimu. Maaf dulu aku mengecewakanmu. Maaf untuk segala kesalahan yang tak mungkin kuulang dan kuhindari. Maaf.

Sungguh, aku merindukanmu. Saat ini aku hanya bisa membayangkan dirimu dari orang lain. Aku menyesal ketika kau pergi aku tak menikmati perpisahan itu. Harusnya kulihat engkau lekat-lekat, kusimpan semua kata yang keluar dari kalimatmu. Bukankah penyesalan selalu datang terakhir kali, itu kalimatmu.

Bersama surat ini pula, kumohonkan pada Tuhan sebait doa. Semoga engkau selalu bahagia, bersama senja dan bintang yang kau sukai.

Tertanda,
Seseorang yang selalu merindukanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar