Sabtu, 27 September 2014

(BUKAN) Resensi Ronggeng Dukuh Paruk

Penulis           : Ahmad Tohari
Kota Terbit    : Jakarta
Tahun Terbit : 2011 (cetakan kedelapan)
Penerbit        : PT Gramedia Pustaka Utama
Halaman       : 408 halaman
Siapa yang tak mengenal Ahmad Tohari, seorang penulis dengan puluhan judul yang telah dikenal di negeri ini. Salah satu yang paling dikenal adalah Ronggeng Dukuh Paruk. Tak hanya bertutur tentang romantisme percintaan manusia, tetapi juga tentang budaya Ronggeng,  tentang Dukuh Paruk mulai dari pendirinya, orang-orangnya, suasana dan kondisi pedukuhan, bahkan bercerita tentang kelamnya pengkhianatan yang mengatasnamakan komunisme.
Buku yang merupakan cetakan kedalapan ini merupakan penyatuan trilogy dari Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, Jentera Bianglala yang dulu terbit terpisah. Juga terdapat bagian yang 22 tahun disensor karena tidak adanya kebebasan dalam menyuarakan suara terhadap politik dan pemerintah.

Ronggeng Dukuh Paruk
Bercerita dari sudut pemikiran Rasus, perjaka Dukuh Paruk yang yatim piatu karena malapetaka brongkek. Ia berteman dengan Srintil, yang suatu ketika memintanya menirukan suara gamelan dan Srintil dengan luwesnya menari dan menyanyi seperti Ronggeng yang tengah pentas. Adalah Santayib dan istrinya, yang merupakan orang tua Srintil, merupakan pembuat tempe brongkek di Dukuh Paruk. Dan suatu masa terjadilah geger racun bongkrek karena tercampurnya racun asam tembaga dari peralatan yang digunakan hingga tumbuh bersama bongkrek tersebut. Tak hanya orang tua Rasus yang meninggal, tetapi juga orang tua Srintil dan puluhan orang Dukuh Paruk lainnya. Tahun telah berlalu dan berganti, Srintil yang merupakan anak Santayib, merasa harus menjadi Ronggeng, karena Dukuh Paruk tanpa Ronggeng merasa hampa dan tak hidup.
Sebagai teman sepermainan Rasus kini menyadari akan kehilangan Srintil yang bermimpi menjadi Ronggeng. Ia tersadar akan kehilangan Srintil karena Ronggeng adalah milik Dukuh Paruk. Namun ia tetap membantu Srintil menjadi Ronggeng, dari pemandian di makan Ki Secamenggala, memberikan keris pusaka Kyai Jaran Guyang, hingga menemaninya dalam bukak klambu. Srintil sah menjadi Ronggeng (meski keperawanannya diberikan pada Rasus) dan Rasus pergi karena tak bisa melihat Srintil dimiliki oleh Dukuh Paruk dan lelaki yang datang padanya.
Ronggeng tak hanya menari, ia harus menerima dan melayani setiap lelaki yang datang padanya. Dan Rasus tak bisa membayangkan Srintil diperlakukan oleh ribuan lelaki, oleh karena itu ia pergi melarikan diri. Meski hanya sejauh Pasar Dawuhan, yang terpisahkan oleh bulak sawah yang panjang. Rasus tetap tak bisa menerima Srintil sebagai Ronggeng, meski Rasus dan Srintil bertemu di Pasar Dawuhan. Sebuah takdir menemukan Rasus pada Sersan Slamet. Dan karenanya, ia kini menjadi tobang yang melayani para tentara di Dawuhan. Menulis, membaca dan merakit senjata adalah salah satu pelajaran dari Sersan Slamet.
Suatu hari perampok datang ke Dukuh Paruk, harta Srintil adalah satu-satunya perampok itu nekat pergi ke pedukuhan yang sepi. Dan Rasus bersama tentara pimpinan Sersan Slamet berhasil mengepung para perampok. Sebuah kematian pertama dan kebanggaan yang dirasakan Rasus, Dukuh Paruk telah melihat anaknya berubah menjadi seorang tentara yang membanggakan. Dan Srintil menyadari kini Rasus telah berubah, dan hatinya sangat mengharapkan ia bisa menjadi pendamping bagi Rasus. Tetap dengan pendiriannya Rasus melangkah pergi, meninggalkan Srintil yang dicintai, meninggalkan Srintil yang masing Ronggeng, meninggalkan Dukuh Paruk, tanah lahirnya.

Lintang Kemukus Dini Hari
Kisah bergulir dari sudut pandang Srintil. Menyadari Rasus pergi meninggalkannya, hati Srintil tidak bisa menerima. Ia mulai menyadari bahwa Ronggeng dan dunia lelakilah yang membuatnya terpisah dari Rasus. Semangat hidupnya meredup, menolak Marsusi pengawas hutan WanaKeling, pergi menyusul ke Pasar Dawuhan, berhari-hari mengurung diri didalam kamarnya. Hanya Goder yang mampu membuat ia tersenyum, dari mata Goder lah Srintil menemukan dunia yang masih jernih, tanpa masalah kehidupan yang sukar diurai seperti dirinya. Dan sejak Goder dalam pangkuannya, Srintil mulai menampik lelaki yang datang, ia bertekad akan berubah menjadi perempuan sejati. Namun, indang (jiwa) Ronggeng masih berada dalam tubuh Srintil, dan itu tidak bisa ditepisnya. Dan Srintil memutuskan hanya untuk menjadi Ronggeng yang menari, hanya menari diatas pentas. Dan Marsusi yang sakit hati atas penolakan Srintil mencoba membalas dendam. Membawa jimat dari dukun Segara Anakan, ia mengacaukan pementasan Srintil pada acara 17 Agustus di Dawuhan. Namun berkat Kartareja, Marsusi sadar dan mengakhiri perbuatannya, mereka sama-sama tertawa melihat Srintil yang mulai kembali menari.
Menjadi gowok adalah pengalaman yang baru bagi Srintil, Nyai Kartareja mengatakan inilah pembalasan Srintil saat dulu menjalani bukak klambu. Gowok adalah tradisi AlasWangkal, dimana seorang perjaka dilatih untuk siap dalam menjalani sebuah kehidupan suami-istri. Meski sudah berjanji akan tidak melayani lelaki lain, namun Srintil bertekad membantu Waras, perjaka yang masih anak-anak. Upaya Srintil tak berhasil, ia hanya menyadari bahwa Waras tidaklah seperti lelaki yang sering dijumpainya, Waras tidak dapat mengikuti kodratnya sebagai seorang lelaki.
Ketika komunis mulai ramai di Indonesia, komunis bahkan bisa menyusup ke Dukuh Paruk yang terpencil. Melalui Pak Bakar, antek komunis yang membawa Srintil dan grup Ronggeng Dukuh Paruk dalam pementasan seni yang mengatas namakan kesenian rakyat. Kericuhan mulai terjadi, makam Ki Secamenggala dibakar, orang-orang yang ikut dalam Ronggeng dicari oleh polisi, dan berakhir pada penahanan Srintil, Ronggeng Dukuh Paruk yang akhirnya dipenjara. Dan Dukuh Paruk kembali berduka, dari segala kedunguan mereka, Dukuh Paruk dipersalahkan karena mengikuti komunis yang bahkan tak mereka tahu apa arti dari komunis. Dukuh Paruk yang malang.

Jantera Bianglala
Musim telah berganti, tahun terus berputar. Dan Srintil masih mendekam dipenjara. Rasus yang merupakan tentara kebanggaan Dukuh Paruk tak sanggup tuk membebaskannya, ia bahkan tak bisa mengucap satu kata pun saat menjenguk Srintil. Nasib Srintil kian merana, ia menjadi wanita bagi para petinggi dipenjara yang menginginkannya. Meski akhirnya Srintil dibebaskan, tapi ada sebagian jiwa Srintil yang tetaplah terpenjara. Ia menangis ketika pertama kali menginjakkan kakinya di Dukuh Paruk, tak kuasa air matanya mengalir melihat tanah kelahirannya kini hancur akibat malapetaka komunisme.
Srintil telah kembali, Sakaraya kakeknya bisa bernafas lega karena bila ia meninggal cucunya bisa melihatnya pergi. namun Srintil bukanlah Srintil yang dulu, hidupnya penuh dengan ketakutan, ia membungkam saat ditanya pengalaman dipenjara, ia harus lapor rutin pada penjara, dan harus menundukan kepala sekaan melihat dunia akan membunuhnya.  Ditengah perjuangannya masih saja Srintil dicoba dengan ulah Marsusi yang mengajaknya ke WanaKeling, namun sang Kuasa masih memberikan pertolongan padanya.
Seiring waktu yang berjalan, kemajuan pun mulai menghampiri Dukuh Paruk. Sejumlah pembangunan irigasi sawah Dukuh Paruk membawa sejumlah orang dari Jakarta. Termasuk Bajus, yang bersikap sopan, baik dan menarik perhatian Srintil. Disaat hati Srintil mulai berkembang akan Bajus, Rasus kembali pulang ke Dukuh Paruk. Meski Srintil masih mengharap Rasus, tetapi ia menyadari ia adalah bekas tahanan yang mungkin tak akan pantas dengan seorang tentara seperti Rasus. Dan Rasus memberi pesan yang indah, ia akan merelakan Srintil hanya untuk lelaki yang baik, lelaki yang mengharapkan Srintil menjadi istrinya. Dan bila Srintil tidak menemukan lelaki tersebut, maka Rasus akan kembali kepadanya.
Dengan segala pesona dari Bajus, membantu Srintil membangun rumah, mengajaknya liburan kepantai, dan segala sikap yang sopan membuat Srintil menaruh harap padanya. Srintil berharap ia bisa menjadi istri bagi Bajus, bahkan tak  mengapa bila hanya menjadi istri kedua. Namun ternyata Bajus adalah lelaki peluh, lelaki pengecut yang memperdaya Srintil. Ia bahkan menjual Srintil pada Blengur, bosnya yang merupakan lelaki petualang. Untunglah Blengur mampu melihat keinginan Srintil yang berharap menjadi wanita baik-baik. Namun semua terlambat, ulah Bajus tersebut membuat Srintil merasakan kematian jiwanya. Jiwanya telah pergi, meninggalkan raganya yang tak perdaya. Akal sehatnya entah kemana meninggalkan badannya yang semakin kurus.
Rasus pulang dari pengabdiannya di Kalimantan, ia berpikir ia bukanlah prajurit  yang sesungguhnya. Ia berpikir ia tak kan sanggup melihat sebuah kematian karena senjatanya. Rasus pun berharap akan Srintil, tak mengapa bila ia sudah menjadi istri orang, asalkan bukan lagi seorang Ronggeng. Namun semuanya sudah terlambat.
Rasus melihat Srintil telah tak berjiwa, ia melihat Dukuh Paruk yang dungu dan terbelakang. Dan Rasus pun menyadari bahwa ialah yang sanggup mengubah semuanya. Mengubah Dukuh Paruk.
 
Penilaian pribadi
Saat membaca novel ini, seakan kita berada di Dukuh Paruk. Ahmad Tohari benar-benar mampu menuliskan pedukuhan Dukuh Paruk dengan kemaraunya, keterbelakangan mereka, bahkan hingga tingkah bunglon pun terasa nyata. Novel yang mengajarkan kita pada budaya, adat, lingkungan dan perasaan dari kehidupan manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar