Penulis : Ahmad Tohari
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2011 (cetakan kedelapan)
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 408 halaman
Siapa yang tak mengenal Ahmad Tohari, seorang penulis dengan
puluhan judul yang telah dikenal di negeri ini. Salah satu yang paling dikenal
adalah Ronggeng Dukuh Paruk. Tak hanya bertutur tentang romantisme percintaan
manusia, tetapi juga tentang budaya Ronggeng,
tentang Dukuh Paruk mulai dari pendirinya, orang-orangnya, suasana dan
kondisi pedukuhan, bahkan bercerita tentang kelamnya pengkhianatan yang
mengatasnamakan komunisme.
Buku yang merupakan cetakan kedalapan ini merupakan penyatuan trilogy
dari Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, Jentera Bianglala yang
dulu terbit terpisah. Juga terdapat bagian yang 22 tahun disensor karena tidak
adanya kebebasan dalam menyuarakan suara terhadap politik dan pemerintah.
Ronggeng
Dukuh Paruk
Bercerita dari sudut pemikiran Rasus, perjaka Dukuh Paruk yang
yatim piatu karena malapetaka brongkek. Ia berteman dengan Srintil, yang suatu
ketika memintanya menirukan suara gamelan dan Srintil dengan luwesnya menari
dan menyanyi seperti Ronggeng yang tengah pentas. Adalah Santayib dan istrinya,
yang merupakan orang tua Srintil, merupakan pembuat tempe brongkek di Dukuh
Paruk. Dan suatu masa terjadilah geger racun bongkrek karena tercampurnya racun
asam tembaga dari peralatan yang digunakan hingga tumbuh bersama bongkrek
tersebut. Tak hanya orang tua Rasus yang meninggal, tetapi juga orang tua
Srintil dan puluhan orang Dukuh Paruk lainnya. Tahun telah berlalu dan
berganti, Srintil yang merupakan anak Santayib, merasa harus menjadi Ronggeng,
karena Dukuh Paruk tanpa Ronggeng merasa hampa dan tak hidup.
Sebagai teman sepermainan Rasus kini menyadari akan kehilangan
Srintil yang bermimpi menjadi Ronggeng. Ia tersadar akan kehilangan Srintil
karena Ronggeng adalah milik Dukuh Paruk. Namun ia tetap membantu Srintil
menjadi Ronggeng, dari pemandian di makan Ki Secamenggala, memberikan keris
pusaka Kyai Jaran Guyang, hingga menemaninya dalam bukak klambu. Srintil sah
menjadi Ronggeng (meski keperawanannya diberikan pada Rasus) dan Rasus pergi
karena tak bisa melihat Srintil dimiliki oleh Dukuh Paruk dan lelaki yang
datang padanya.
Ronggeng tak hanya menari, ia harus menerima dan melayani setiap
lelaki yang datang padanya. Dan Rasus tak bisa membayangkan Srintil diperlakukan
oleh ribuan lelaki, oleh karena itu ia pergi melarikan diri. Meski hanya sejauh
Pasar Dawuhan, yang terpisahkan oleh bulak sawah yang panjang. Rasus tetap tak
bisa menerima Srintil sebagai Ronggeng, meski Rasus dan Srintil bertemu di
Pasar Dawuhan. Sebuah takdir menemukan Rasus pada Sersan Slamet. Dan karenanya,
ia kini menjadi tobang yang melayani para tentara di Dawuhan. Menulis, membaca
dan merakit senjata adalah salah satu pelajaran dari Sersan Slamet.
Suatu hari perampok datang ke Dukuh Paruk, harta Srintil adalah
satu-satunya perampok itu nekat pergi ke pedukuhan yang sepi. Dan Rasus bersama
tentara pimpinan Sersan Slamet berhasil mengepung para perampok. Sebuah kematian
pertama dan kebanggaan yang dirasakan Rasus, Dukuh Paruk telah melihat anaknya
berubah menjadi seorang tentara yang membanggakan. Dan Srintil menyadari kini
Rasus telah berubah, dan hatinya sangat mengharapkan ia bisa menjadi pendamping
bagi Rasus. Tetap dengan pendiriannya Rasus melangkah pergi, meninggalkan
Srintil yang dicintai, meninggalkan Srintil yang masing Ronggeng, meninggalkan
Dukuh Paruk, tanah lahirnya.
Lintang Kemukus
Dini Hari
Kisah bergulir dari sudut pandang Srintil. Menyadari Rasus pergi
meninggalkannya, hati Srintil tidak bisa menerima. Ia mulai menyadari bahwa
Ronggeng dan dunia lelakilah yang membuatnya terpisah dari Rasus. Semangat hidupnya
meredup, menolak Marsusi pengawas hutan WanaKeling, pergi menyusul ke Pasar
Dawuhan, berhari-hari mengurung diri didalam kamarnya. Hanya Goder yang mampu
membuat ia tersenyum, dari mata Goder lah Srintil menemukan dunia yang masih
jernih, tanpa masalah kehidupan yang sukar diurai seperti dirinya. Dan sejak
Goder dalam pangkuannya, Srintil mulai menampik lelaki yang datang, ia bertekad
akan berubah menjadi perempuan sejati. Namun, indang (jiwa) Ronggeng masih
berada dalam tubuh Srintil, dan itu tidak bisa ditepisnya. Dan Srintil
memutuskan hanya untuk menjadi Ronggeng yang menari, hanya menari diatas
pentas. Dan Marsusi yang sakit hati atas penolakan Srintil mencoba membalas
dendam. Membawa jimat dari dukun Segara Anakan, ia mengacaukan pementasan
Srintil pada acara 17 Agustus di Dawuhan. Namun berkat Kartareja, Marsusi sadar
dan mengakhiri perbuatannya, mereka sama-sama tertawa melihat Srintil yang
mulai kembali menari.
Menjadi gowok adalah pengalaman yang baru bagi Srintil, Nyai
Kartareja mengatakan inilah pembalasan Srintil saat dulu menjalani bukak
klambu. Gowok adalah tradisi AlasWangkal, dimana seorang perjaka dilatih untuk
siap dalam menjalani sebuah kehidupan suami-istri. Meski sudah berjanji akan
tidak melayani lelaki lain, namun Srintil bertekad membantu Waras, perjaka yang
masih anak-anak. Upaya Srintil tak berhasil, ia hanya menyadari bahwa Waras
tidaklah seperti lelaki yang sering dijumpainya, Waras tidak dapat mengikuti
kodratnya sebagai seorang lelaki.
Ketika komunis mulai ramai di Indonesia, komunis bahkan bisa
menyusup ke Dukuh Paruk yang terpencil. Melalui Pak Bakar, antek komunis yang
membawa Srintil dan grup Ronggeng Dukuh Paruk dalam pementasan seni yang
mengatas namakan kesenian rakyat. Kericuhan mulai terjadi, makam Ki
Secamenggala dibakar, orang-orang yang ikut dalam Ronggeng dicari oleh polisi,
dan berakhir pada penahanan Srintil, Ronggeng Dukuh Paruk yang akhirnya
dipenjara. Dan Dukuh Paruk kembali berduka, dari segala kedunguan mereka, Dukuh
Paruk dipersalahkan karena mengikuti komunis yang bahkan tak mereka tahu apa
arti dari komunis. Dukuh Paruk yang malang.
Jantera Bianglala
Musim telah berganti, tahun terus berputar. Dan Srintil masih
mendekam dipenjara. Rasus yang merupakan tentara kebanggaan Dukuh Paruk tak
sanggup tuk membebaskannya, ia bahkan tak bisa mengucap satu kata pun saat
menjenguk Srintil. Nasib Srintil kian merana, ia menjadi wanita bagi para
petinggi dipenjara yang menginginkannya. Meski akhirnya Srintil dibebaskan,
tapi ada sebagian jiwa Srintil yang tetaplah terpenjara. Ia menangis ketika
pertama kali menginjakkan kakinya di Dukuh Paruk, tak kuasa air matanya
mengalir melihat tanah kelahirannya kini hancur akibat malapetaka komunisme.
Srintil telah kembali, Sakaraya kakeknya bisa bernafas lega karena
bila ia meninggal cucunya bisa melihatnya pergi. namun Srintil bukanlah Srintil
yang dulu, hidupnya penuh dengan ketakutan, ia membungkam saat ditanya
pengalaman dipenjara, ia harus lapor rutin pada penjara, dan harus menundukan
kepala sekaan melihat dunia akan membunuhnya. Ditengah perjuangannya masih saja Srintil
dicoba dengan ulah Marsusi yang mengajaknya ke WanaKeling, namun sang Kuasa
masih memberikan pertolongan padanya.
Seiring waktu yang berjalan, kemajuan pun mulai menghampiri Dukuh
Paruk. Sejumlah pembangunan irigasi sawah Dukuh Paruk membawa sejumlah orang
dari Jakarta. Termasuk Bajus, yang bersikap sopan, baik dan menarik perhatian
Srintil. Disaat hati Srintil mulai berkembang akan Bajus, Rasus kembali pulang
ke Dukuh Paruk. Meski Srintil masih mengharap Rasus, tetapi ia menyadari ia adalah
bekas tahanan yang mungkin tak akan pantas dengan seorang tentara seperti
Rasus. Dan Rasus memberi pesan yang indah, ia akan merelakan Srintil hanya
untuk lelaki yang baik, lelaki yang mengharapkan Srintil menjadi istrinya. Dan bila
Srintil tidak menemukan lelaki tersebut, maka Rasus akan kembali kepadanya.
Dengan segala pesona dari Bajus, membantu Srintil membangun rumah,
mengajaknya liburan kepantai, dan segala sikap yang sopan membuat Srintil
menaruh harap padanya. Srintil berharap ia bisa menjadi istri bagi Bajus,
bahkan tak mengapa bila hanya menjadi
istri kedua. Namun ternyata Bajus adalah lelaki peluh, lelaki pengecut yang
memperdaya Srintil. Ia bahkan menjual Srintil pada Blengur, bosnya yang
merupakan lelaki petualang. Untunglah Blengur mampu melihat keinginan Srintil
yang berharap menjadi wanita baik-baik. Namun semua terlambat, ulah Bajus
tersebut membuat Srintil merasakan kematian jiwanya. Jiwanya telah pergi, meninggalkan
raganya yang tak perdaya. Akal sehatnya entah kemana meninggalkan badannya yang
semakin kurus.
Rasus pulang dari pengabdiannya di Kalimantan, ia berpikir ia
bukanlah prajurit yang sesungguhnya. Ia berpikir
ia tak kan sanggup melihat sebuah kematian karena senjatanya. Rasus pun
berharap akan Srintil, tak mengapa bila ia sudah menjadi istri orang, asalkan
bukan lagi seorang Ronggeng. Namun semuanya sudah terlambat.
Rasus melihat Srintil telah tak berjiwa, ia melihat Dukuh Paruk
yang dungu dan terbelakang. Dan Rasus pun menyadari bahwa ialah yang sanggup
mengubah semuanya. Mengubah Dukuh Paruk.
Penilaian pribadi
Saat membaca novel ini, seakan kita berada di Dukuh Paruk. Ahmad
Tohari benar-benar mampu menuliskan pedukuhan Dukuh Paruk dengan kemaraunya,
keterbelakangan mereka, bahkan hingga tingkah bunglon pun terasa nyata. Novel yang
mengajarkan kita pada budaya, adat, lingkungan dan perasaan dari kehidupan
manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar